1. Prinsip-prisip Demokrasi
Prinsip-prinsip demokrasi telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Jika
kita mengungkap kembali prinsip demokrasi sebagaimana dinyatakan Sukarna
(1981) di atas, menunjuk pada prinsip demokrasi sebagai suatu sistem
politik. Contoh lain, misalnya Robert Dahl (Zamroni, 2011: 15) yang
menyatakan terdapat dua dimensi utama demokrasi, yakni:
2) partisipasi bagi mereka yang telah dewasa memiliki hak politik.
Berkaitan dengan dua prinsip demokrasi tersebut, secara umum dapat
dikatakan bahwa demokrasi memiliki dua ciri utama yakni keadilan
(equality) dan kebebasan (freedom).
Franz Magnis Suseno (1997: 58), menyatakan bahwa dari berbagai ciri dan prinsip demokrasi yang dikemukakan oleh para pakar, ada 5 (lima) ciri atau gugus hakiki negara demokrasi, yakni: negara hukum, pemerintah berada dibawah kontrol nyata masyarakat, pemilihan umum yang bebas, prinsip mayoritas dan adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.
Hendra Nurtjahyo (2006: 74-75) merangkum sejumlah prinsip demokrasi yang
dikemukakan para ahli dengan menyatakan adanya nilai-nilai yang
substansial dan nilai-nilai yang bersifat prosedural dari demokrasi.
Kedua ketegori nilai tersebut baik subtansial dan prosedural sama
pentingnya dalam demokrasi. Tanpa adanya nilai tersebut, demokrasi tidak
akan eksis, yang selanjutnya dikatakan sebagai prinsip eksistensial
dari demokrasi. Prinsip eksistensial demokrasi tersebut, yakni: 1)
kebebasan, 2) kesamaan dan 3) kedaulatan suara mayoritas (rakyat).Pendapat yang sejenis dikemukakan oleh Maswadi Rauf (1997: 14) bahwa demokrasi itu memiliki dua prinsip utama demokrasi yakni kebebasan/persamaan (freedom/equality) dan kedaulatan rakyat (people’s
sovereignty).
kebebasan, 2) kesamaan dan 3) kedaulatan suara mayoritas (rakyat).Pendapat yang sejenis dikemukakan oleh Maswadi Rauf (1997: 14) bahwa demokrasi itu memiliki dua prinsip utama demokrasi yakni kebebasan/persamaan (freedom/equality) dan kedaulatan rakyat (people’s
sovereignty).
1.1 Kebebasan/persamaan (freedom/equality)
Kebebasan dan persamaan adalah fondasi demokrasi. Kebebasan dianggap
sebagai sarana mencapai kemajuan dengan memberikan hasil maksimal dari
usaha orang tanpa adanya pembatasan dari penguasa. Jadi bagian tak
terpisahkan dari ide kebebasan adalah pembatasan kekuasaan kekuasaan
penguasa politik. Demokrasi adalah sistem politik yang melindungi
kebebasan warganya sekaligus memberi tugas pemerintah untuk menjamin
kebebasan tersebut. Demokrasi pada dasarnya merupakan
pelembagaan dari kebebasan. Persamaan merupakan sarana penting untuk kemajuan setia orang Dengan prinsip persamaan, setiap orang dianggap sama, tanpa dibeda-bedakan dan memperoleh akses dan kesempatan sama untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensinya. Demokrasi berasumsi bahwa semua orang sama derajat dan hak-haknya sehingga harus diperlakukan sama pula dalam pemerintahan.
pelembagaan dari kebebasan. Persamaan merupakan sarana penting untuk kemajuan setia orang Dengan prinsip persamaan, setiap orang dianggap sama, tanpa dibeda-bedakan dan memperoleh akses dan kesempatan sama untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensinya. Demokrasi berasumsi bahwa semua orang sama derajat dan hak-haknya sehingga harus diperlakukan sama pula dalam pemerintahan.
1.2 Kedaulatan rakyat (people’s sovereignty)
Konsep kedaulatan rakyat pada hakekatnya kebijakan yang dibuat adalah
kehendak rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Mekanisme semacam ini akan
mencapai dua hal. Pertama, kecil kemungkinan terjadi penyalahgunaan
kekuasaan dan kedua, terjaminnya kepentingan rakyat dalam tugas tugas
pemerintahan. Perwujudan lain konsep kedaulatan adalah pengawasan oleh
rakyat. Pengawasan dilakukan karena demokrasi tidak mempercayai kebaikan
hati penguasa. Betapapun niat baik penguasa, jika mereka menafikan
kontrol/kendali rakyat maka ada dua kemungkinan buruk pertama, kebijakan
mereka tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat dan, kedua, yang lebih
buruk kebijakan itu korup dan hanya melayani kepentingan penguasa.
Sementara itu, APA (ASEAN People’s Assembly) mendaftar sejumlah prinsip dasar demokrasi yangditerima sebagai seperangkat aturan main bersama dalam upaya melakukan penilaian proses demokratisasi di kawasan Asia Tenggara, terlepas dari banyak perdebatan reotik antara demokrasi universal dan particular, antara konsep “Barat” dan “Timur” atau “Cara Asia/ASEAN” dan berbagai macam kata sifat yang tercantum di depan definisi demokrasi saat digunakan untuk menggambarkan karakteristik demokratis sebuah negara –seperti: semi-demokrasi, demokrasi liberal, demokrasi
elektoral, dan lain-lain.
Sementara itu, APA (ASEAN People’s Assembly) mendaftar sejumlah prinsip dasar demokrasi yangditerima sebagai seperangkat aturan main bersama dalam upaya melakukan penilaian proses demokratisasi di kawasan Asia Tenggara, terlepas dari banyak perdebatan reotik antara demokrasi universal dan particular, antara konsep “Barat” dan “Timur” atau “Cara Asia/ASEAN” dan berbagai macam kata sifat yang tercantum di depan definisi demokrasi saat digunakan untuk menggambarkan karakteristik demokratis sebuah negara –seperti: semi-demokrasi, demokrasi liberal, demokrasi
elektoral, dan lain-lain.
Prinsip-prinsip demokrasi : partisipasi, inklusif, representasi,
transparansi, akuntabilitas, responsif, kompetisi yang bebas dan adil,
dan solidaritas, dijadikan dasar dari perkembangan institusional dan
proses demokrasi (Chistine Sussane Tjhin, 2005: 11, 18).
2. Indikator Demokrasi
Kerangka kerja penilaian demokratisasi di antaranya dirumuskan APA yang
diinspirasi konsep yang dikembangkan oleh David Beetham dalam membuat
indikator demokrasi. Beetham menerjemahkan
“kedaulatan rakyat” (rule of the people) secara lebih spesifik menjadi faktor kontrol popular (popular control) dan faktor kesetaraan politik (political equality). Kontrol populer memanifestasikan hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengontrol dan mempengaruhi kebijakan publik dan para pembuat kebijakan. Perlakuan terhadap masyarakat harus didasari pada keyakinan bahwa setiap orang harus diperlakukan dengan rasa hormat yang setara. Setiap orang memiliki kapasitas yang setara dalam menentukan pilihan. Pilihan tersebut dapat mempengaruhi keputusan kolektif dan semua kepentingan yang mendasari pilihan tersebut harus diperhatikan (Christine Sussana Tjhin, 2005: 11-13, 19-21).
“kedaulatan rakyat” (rule of the people) secara lebih spesifik menjadi faktor kontrol popular (popular control) dan faktor kesetaraan politik (political equality). Kontrol populer memanifestasikan hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengontrol dan mempengaruhi kebijakan publik dan para pembuat kebijakan. Perlakuan terhadap masyarakat harus didasari pada keyakinan bahwa setiap orang harus diperlakukan dengan rasa hormat yang setara. Setiap orang memiliki kapasitas yang setara dalam menentukan pilihan. Pilihan tersebut dapat mempengaruhi keputusan kolektif dan semua kepentingan yang mendasari pilihan tersebut harus diperhatikan (Christine Sussana Tjhin, 2005: 11-13, 19-21).
Kerangka kerja utama dibagi menjadi 3 komponen utama. Pertama, Kerangka Kerka Hak-hak Warga Negara yang Kesetaraannya Terjamin (Guaranteed Framework of Equal Citizen Rights). Termasuk di
dalamnya adalah akses pada keadilan dan supremasi hokum, juga kebebasan berekspresi, berserikat dan berkumpul, dan hak-hak dasar yang memungkinkan masyarakat untuk memperoleh/menjalankan hak-haknya secara efektif. Komponen pertama ini terdiri dari 2 tema, yaitu: 1) Kewarganegaraan yang Setara (Common Citizenship), dan 2) Hak-hak Sipil dan Politik (Civil and Political Rights).
Komponen kedua, Institusi-institusi Pemerintah yang Representatif dan Akuntabel (Institutions of Representative and Accountable Government). Tercakup di dalamnya adalah pemilu yang bebas dan adil yang menyediakan perangkat agar pilihan dan control populer atas pemerintah dapat dilaksanakan. Termasuk juga di dalamnya adalah prosedur-prosedur yang menjamin akuntabilitas pejabat publik (yang dipilih maupun tidak dipilih melalui pemilu). Komponen kedua terdiri dari 6 tema, yaitu: 1) Pemilu yang Bebas dan Adil (Free and Fair Elections), 2) Partai Politik yang Demokratis (Democratic Political Parties), 3) Hubungan Sipil-Militer (Civil-Military Relations), 4) Transparansi dan Akuntabiltas Pemerintahan (Governmental Transparency and Accountability), 5) Supremasi Hukum (Rule of Law), dan 6) Desentralisasi (Decentralization).
Komponen ketiga adalah Masyarakat yang Demokratis atau Sipil (Civil or
Democratic Society). Cakupan komponen ini meliputi media komunikasi,
asosiasi-asosiasi sipil, proses-proses konsultatif dan forum-forum
lainnya yang bebas dan pluralistik. Kebebasan dan pluralisme tersebut
harus menjamin partisipasi popular dalam setiap proses politik dalam
rangka mendorong sikap responsif pemerintah terhadap opin publik dan
terselenggaranya pelayanan public yang lebih efektif. Komponen ketiga
mencakup 2 tema, yaitu: 1) Media yang Independen dan Bebas (Independent
and Free Media), dan 2) Partisipasi Populer (Popular Participation).
Setiap 10 tema tersebut berisikan seperangkat indicator penilaian yang
dikategorikan berdasarkan 3 dimensi, yaitu: dimensi legal, institusional
dan kinerja (performance). Dimensi legal untuk mengindentifikasi
kahadiran payung hukum yang memberikan kepastian hukum untuk tema
terkait. Dimensi institusional menggali ada atau tidaknya perangkat
institusi dan mekanisme yang mampu memberikan jaminan implementasi
perangkat hukum. Dimensi kinerja mengelaborasi sejauh mana kinerja
elemen-elemen dalam dua dimensi sebelumnya telah berhasil membawa
pengaruh aktual terhadap kemajuan proses demokratisasi berdasarkan
konteks tema terkait. Indikator-indikator dalam setiap dimensi tersebut
dihrapkan dapat menjadi semacam petunjukpetunjuk praktis dalam proses
penilaian demokratisasi.
Baca juga : Makalah Pengaruh Letak Geografi Terhadap Kepribadian Nasional
No comments:
Post a Comment